Bagaimana tidak tertarik, coba? rumah pohonnya memang benar-benar memikat sih. Apalagi (dulu) foto-foto yang diunggah masih tergolong natural -
pemandangan di rumah pohon habitat |
Dari Medan, kami memulai perjalanan sekitar pukul 16.00 alias sore jam 04.00. Berhubung belum ada yang sudah pernah ke sana, kami berpikirnya itu destinasi tidak jauh-jauh amatlah. Dekat, paling 2 sampai 3 jam-an saja. Tapi sedihnya, jarak di otak ternyata berbeda jauh dengan fakta. Apalagi waktu di Binjai kami malah disambut dengan guyuran hujan. Jadilah aku, hujan dan itunya berada di dalam kuyup kebasahan (sing: sebuah rasa - agnez mo).
Di tengah perjalanan, kami ternyata sudah kelewatan dan terlalu jauh dari Lau Kulap. Padahal Pak Kades sudah nunggu lho di rumahnya. Sedih sih, tetapi mau bagaimana lagi. Kalau putar balik artinya kami bakal basah total. Yang lain sih enak punya mantel, nah saya bermodalkan kulit doang menahan perih tajamnya hujan - uwuwuw.
habitat ecolodge and tree house |
Wanti-wanti, kita pun akhirnya telepon penjaga Rumah Pohon Habitat, cause the owner was not there, tho.
"Bang, masih jauh enggak dari ini? (sambil nyebut posisi kami sesuai data gps),"
"Dah dekat bang, nanti kalau sudah sampai di ...... belok ...... terus ..... dan .....," pungkas si abang.
Saya lupa nama yang jaga, maaf ya emang gampang lupa kalau soal beginian.
Bagi yang suka liburan bareng rombongan, pasti paham dong cara menyemangati seperti si abang itu, biar enggak down kalau sebenarnya perjalanan masih jauh sepanjang hubungan dengan mantan yang sudah nikah.
kolam pamah semelir |
Akhirnya lagi (2) kami pun harus melewati jalan yang begitu mendebarkan menuju puncak bukit dimana surga bernama Rumah Pohon Habitat berada. Ya, seperti menjalani kehidupan yang penuh kupak-kapik ini, banyak enggak enaknya sebelum mencapai titik tertinggi.
Seram guys!, kiri-kanan gelap pekat. Sialnya, tidak ada yang bawa senter sebagai penerang. Cuma bermodalkan flash dan lampu motor, kami beberapa kali berhenti di tengah tanjakan karena kondisi jalan yang lagi-lagi mendebarkan (2).
Berjuang dengan penuh kesabaran, akhirnya keinginan dari awal pun terwujud. Rasanya lega saat melihat cahaya dari Rumah Pohon Habitat, ibarat melihat mantan sudah putus dari suaminya - hiyahiya.
Untunglah yang menjaga Rumah Pohon Habitat ramah dan baik. Tanpa tari-tarian, kami disambut layaknya sepupu keturunan Adam dan Hawa di tengah derasnya hujan yang membasahi Pamah Semelir kala itu.
Dinginnya suhu di Rumah Pohon Habitat pun memaksa kami untuk segera bergegas ngorok. Sangking dinginnya, saya pun tidak bisa tidur hingga pukul 5 pagi.
Di pagi hari yang begitu ceria, kami beranjak menelusuri inci demi inci bangunan Rumah Pohon Habitat yang terbuat dari kayu dan pohon bambu. FYI, saat kami menginjakkan kaki di sini kondisinya belum seperti sekarang, masih dalam tahap pembangunan.
anak kekinian, selfie |
Sekitar jam 11, kami memutuskan untuk turun karena ingat janji untuk mengunjungi Lau Kulap yang berada di Desa Garunggang. Jadi, kalau nginap di Rumah Pohon Habitat tiap pengunjung dikenai biaya Rp 25.000/orang. Jadi kamu bisa siapkan anggaran dana. Terus kalau cuma datang berkunjung bayar berapa? kalau tidak salah saat itu Rp10.000. Terus kalau sekarang berapa harganya? enggak tau.
Perjalanan pulangnya lebih santai karena sudah terang benderang seperti lampu philips. Kami sempat singgah lho di Kolam Pamah Semelir, makan pop mie dan kopi di tepi danau sambil lihat bebek-bebekan.
30 menit berlalu, kami kemudian beranjak dan menemui Pak Kades (nama dirahasiakan soalnya orang penting). Liburan ke Garunggang ini bisa kamu baca di artikel:
Kenapa tidak diulas di postingan blog ini saja? karena blog ini jarang saya buka - hehe
Rencana ke depan, blog ini akan kembali aktif kok karena bisa asal-asal tulis tanpa harus menggunakan PUEBI alias EYD versi terbaru. hehe (2)
1 comment:
ada penginapan bg?
Post a Comment
Pengujung yang baik, pasti tidak lupa berkomentar. :)
Terimakasih.....