Karena polling ingin membuat generalisasi agar
hasilnya dapat menggambarkan
pendapat publik secara keseluruhan, maka sampel yang harus diambil adalah sampel acak (random
sampling/probability sampling). Sampling probabilitas
pada intinya berbicara tentang peluang terjadinya peristiwa kebetulan. Probabilitas diterapkan agar setiap
anggota individu memiliki peluang yang sama besarnya
untuk terpilih menjadi sampel. Di bawah ini akan diuraikan berbagai teknik pengambilan sampel.
Sampel
acak sederhana (Simple Random Sampling).
Teknik pengambilan
sampel ini memastikan setiap unsur mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Peluang yang
sama berarti setiap unsur mempunyai probabilitas
yang sama untuk dijadikan sampel.
Pemakaian
metode sampel acak sederhana perlu memenuhi beberapa syarat :
(1)
Harus tersedia kerangka sampel
(2)
Sifat populasi homogen dan keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara
geografis.
Sampel
acak sistematis (systematic sampling).
Sampel sistematis adalahcara yang lebih sederhana
untuk mengambil sampel jikalau tersedia sebuah daftar populasi dengan urutan tertentu.
Pengambilan sampel sistematis adalah suatumetode dimana hanya unsur pertama
saja dari sampel dipilih secara acak sedangkan
unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu.
Metode
ini dijalankan apabila ada dua keadaan:
(1)
Apabila nama atau identifikasi
dari individu dalam populasi itu terdapat dalam suatu daftar sehingga satuan-satuan tersebut dapat diberi
nomor urut;
(2)
Apabila populasi tersebut mempunyai
pola berurutan, seperti urut abjad dan sebagainya. Kerangka sampel dari sampel sistematis
harus sudah tersedia dengan baik.
Ada
tiga persyaratan yang harus dipenuhi apabila sampel acak stratifikasi proposional dipakai:
(1) Harus ada kriteria yang jelas yang
dipergunakan sebagai dasar
untuk menstratifikasi populasi ini dalam lapisan-lapisan. Memang banyak sekali karakteristik populasi dalam
pengambilan unsur sampel, peneliti harus menentukan
dimensi yang terpenting dan relevan untuk tujuan polling.
(2)
Harus ada data pendahuluan mengenai strata populasi. (3) Harus diketahui dengan tepat jumlah satuan-satuan
elementer dari tiap lapisan (strata) dalam populasi
itu. Misalnya kalau populasi mahasiswa UGM tadi mau distratifikasi menurut fakultas dengan asumsi fakultas
sosial mempunyai derajat ketertarikan politik
yang lebih tinggi dibandingkan fakultas eksakta. Harus ada data pendahuluan, berapa jumlah mahasiswa
sosial, berapa jumlah mahasiswa eksakta.Peneliti juga perlu membuat kerangka
nama-nama mahasiswa sosial dan eksakta sebagai
dasar dimana sampel itu akan diambil.
Sampel
acak stratifikasi tidak proporsional.
Sampel acak stratifikasi tidak proporsional idenya hampir sama
dengan proporsional. Perbedaannya terletak
pada strata dalam sampel tidak sama dengan proporsi strata dalam populasi. Bisa saja dalam strata
disajikan lebih, sementara strata lain disajikan kurang.
Dengan menggunakan strata Status Sosial Ekonomi (SSE) sebagai contoh, peneliti misalnya membagi
populasi dalam tiga strata yaitu atas, menengah,
bawah. Pembagian persentase yang akan diteliti: kelas atas 30%, menengah 30% dan bawah 40%. Di sini
peneliti memperbesar sampel kelas atas dan
memperkecil sampel kelas bawah. Pengambilan sampel acak tidak proporsional berarti peneliti akan
memberikan bobot yang sama untuk setiap strata
dan ia akan memberikan bobot yang lebih untuk beberapa strata dan mengurangi bobot terhadap strata yang
lain sesuai dengan penyebaran yang tidak proporsional
dalam populasi. supaya
menjadi lebih seimbang, terutama apabila terdapat perbedaan proporsi yang mencolok di antara berbagai strata
dalam populasi asal.
Sampel
klaster.
Dalam berbagai teknik pengambilan sampel yang sudah diuraikan terdahulu, unit analisanya
adalah individu dan membutuhkan tersedianya
kerangka sampel sebagai dasar pengambilan sampel. Padahal kita seringkali dihadapkan dengan kenyataan
dimana kerangka sampel tidak tersedia, atau
tidak memungkinkan dibuat karena membutuhkan waktu yang lama atau biaya yang sangat besar untuk
membuatnya.
Unit tempat pertama kali klaster diambil adalah PSU
(Primary Sampling Unit)
dapat berupa organisasi, asosiasi, batas geografis dengan batasan yang jelas Dalam sampel klaster, unit analisis
dalam populasi digolongkan dalam gugusgugus yang disebut klaster yang merupakan satuan-satuan
dari mana sampel akan diambil.
Jumlah gugus yang diambil sebagai sampel harus acak. Lalu dari gugus terpilih, individu dalam gugus itu
diambil secara acak. Dengan kata lain, peneliti secara acak mengambil sampel
klaster, kemudian secara acak pula mengambil elemen dari dalam klaster yang
telah diseleksi. Dalam sampel klaster tidak diperlukan daftar dari individu untuk kerangka
sampel, tetapi cukup daftar gugus saja.
Misalnya dalam polling dengan populasi mahasiswa Yogyakarta, semua
Sampel
klaster proporsional (Probability Proportionate to Size/PPS).
Asumsi yang dipakai dalam penarikan sampel klaster
adalah tiap klaster mempunyai
elemen (individu) yang sama banyaknya dan sama homogennya. Padahal dalam kenyataannya tidak
demikian. Dalam ilustrasi penarikan sampel klaster
SMA, anggota klaster (jumlah pelajar dalam klaster satu SMA) relatif agak sama satu SMA rata-rata mempunyai jumlah
siswa 400 orang. Tetapi seringkali terjadi
kelompok klaster mempunyai elemen/jumlah elemen yang berbeda. Kalau hal ini terjadi, peneliti harus membuat
perlakuan, agar probabilitas atau rasio sampling
seimbang dalam beberapa langkah dalam sampling. Dalam sampel klaster, baik
kelurahan yang memiliki RW banyak maupun sedikit diperlakukan
sama. Ini menjadi masalah karena dengan demikian kesempatan seseorang untuk terpilih sebagai sampel
berbeda, untuk kelurahan dengan jumlah RW
kecil mempunyai kesempatan lebih besar. Contoh sama polling dengan populasi pekerja yang diambil secara klaster
menurut perusahaan. Padahal antara satu
perusahaan dengan perusahaan lain mempunyai jumlah pekerja yang berlainan tergantung pada besar kecilnya
perusahaan.
No comments:
Post a Comment
Pengujung yang baik, pasti tidak lupa berkomentar. :)
Terimakasih.....